MOS/Ospek: Bullying yang dilegalkan lembaga Pendidikan


Di setiap awal masa ajaran baru, kegiatan perkenalan sudah rutin dilaksanakan di setiap sekolah dan kampus (MOS/Ospek). Dalam kegiatan ini tidak jarang praktek perpeloncoan dilakukan seperti menggunakan kaos kaki wana warni, ikat rambut dengan tali, rambut dibotakkan (untuk peserta pria) dan sebagainya. Parahnya lagi dalam kegiatan ini tidak jarang terjadi tindakan kekerasan baik secara fisik maupun non fisik. Saya secara pribadi setuju jika ini disebut sebagai bullying yang dilegalkan lembaga pendidikan (sekolah/ perguruan tinggi). 

Setelah bertanya kepada beberapa siswa dan mahasiswa serta guru saya menemukan bahwa ada beberapa hal yang menjadi tujuan kegiatan ospek atau MOS dilakukan khususnya berkaitan dengan hal tersebut diatas

  1. Agar peserta mengenal kehidupan di kampus atau sekolah tersebut 
  2. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih mental peserta dan meningkatkan rasa percaya diri 
  3. Meningkatkan rasa solidaritas antar peserta dan mampu menghargai senior di sekolah atau di kampus 
  4. Agar peserta lebih kooperatif. 

Di sini saya akan mencoba menghubungkan dampak dari kegiatan dengan tujuan yang mau dicapai diatas P

(Perlu saya ingatkan ini totally adalah hanya pendapat saya)

Sebelum itu mari kita lihat apa itu bullying.

Bullying adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain (dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ). Dari sini kita bisa melihat bahwa kegiatan perpeloncoan dan sejenisnya merupakan bullying karena disana ada unsur paksaan dan ancaman. 

  1. Menurut saya jika tujuannya untuk memperkenalkan kehidupan di kampus atau sekolah seharusnya yang dilakukan adalah memperkenalkan program-program kampus atau sekolah, fasilitas dan akses di lembaga tersebut, meskipun dalam kegiatan ospek ataupun MOS perkenalan program dan fasilitas ini juga dilaksanakan. Ini menjadi tidak logis ketika kita memperkenalkan kampus atau sekolah tetapi yang dimunculkan adalah perilaku seperti ini (bullying). Apakah sekolahnya penuh dengan bully dan itu yang mau diperkenalkan? Saya rasa tidak. Jadi untuk alasan pertama perilaku demikian saya rasa tidak tepat sasaran. 
  2. Tujuan kedua adalah melatih mental dan meningkatkan rasa percaya diri peserta. saya perlu apresiasi bahwa lembaga pendidikan memiliki niat baik untuk ini. Namun, ada berapa banyak peserta yang setelah mengikuti kegiatan tersebut merasa semakin percaya diri? ada berapa banyak peserta yang mentalnya semakin baik setelah diperlakukan demikian? Lagi-lagi saya merasa bahwa ini tidak tepat sasaran. 
  3. Jika legiatan ini bertujuan meningkatkan rasa solidaritas antar peserta, maka tujuan ini bisa berarti tercapai jika solidaritas yang dimaksud disini hanya dalam lingkup peserta (tanpa senior) karena solidaritas ini akan muncul akibat dari nasib yang sama sebagai peserta tetapi ingat bahwa solidaritas ini ada akibat nasib yang sama diperlakukan tidak adil sehingga bukan tidak mungkin ada dendam atau sekurang-kurangnya perasaan tidak suka terhadap senior. Tujuan lainnya adalah agar peserta dapat menghargai senior sebagai kakak. Saya tidak mempersalahkan tujuan ini karena pada dasarnya baik adanya. Tetapi hal ini menjadi permasalahan jika dilakukan dengan memaksa. Di sini para senior memiliki power dan ada dominasi di sini. Lalu karena ingin dihargai, maka muncullah yang namanya abuse of power dan senior semakin mendominasi. Lalu pada akhirnya harapan senior untuk dihargai tidak dapat tercapai sebagai gantinya adalah ditakuti. Ingat bahwa dihargai itu bukan dicari tetapi didapatkan. Lagi-lagi ini tidak tepat sasaran.
  4. Tujuan yang satu ini juga sangat baik adanya. Namun lagi-lagi tidak tepat sasaran karena menurut saya kemampuan kerja sama seseorang dapat dilatih justru bukan dengan paksaan atau tekanan karena itu hanya akan mengakibatkan orang melakukan pekerjaan dengan keterpaksaan dan bukan dengan kesadaran untuk bekerjasama.

Jadi sampai di sini saya bisa menyimpulkan bahwa praktek plonco dan sebagainya pada MOS atau ospek dan sejenisnya di lembaga pendidikan tidak lain hanya sebuah program yang tidak tepat sasaran. Kegiatan ini dilakukan turun-temurun dan kemudian menjadi tradisi. Sungguh memprihatinkan bahwa lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi wadah perkembangan dan pertumbuhan peserta didik yang didalamnya adalah termasuk menolak Bullying malah menjadi lembaga yang melalui program perkenalan (MOS/ ospek) melegalkan bullying secara tidak langsung. 


Lalu bagaimana pemerintah menyikapi hal ini? 

Sebetulnya pada tahun 2016 pemerintah sudah dengan tegas melarang kegiatan yang menjurus pada perpeloncoan dan kegiatan lain yang merugikan peserta didik melalui Permendikbud Nomor 18 Tahun 2016 yang berisi tentang tata cara pelaksanaan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dengan aturan ini, pemerintah telah melarang secara tegas setidaknya ditingkat pendidikan menengah. 

Tetapi apakah dengan adanya Permendikbud ini pihak sekolah benar-benar memastikan bahwa hal-hal yang dilarang tidak terjadi lagi selama masa pengenalan? Ini menjadi pertanyaan yang masih belum tuntas dijawab. 


Ditulis oleh Rinto kaleka 


Komentar

  1. Keren , sukses ya bro
    Banyak manfaat yang saya dapat dari membaca ini

    BalasHapus
  2. Keren , sukses ya bro
    Banyak manfaat yang saya dapat dari membaca ini

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELIS DAN PEREMPUAN SUMBA (kajian terhadap adat perkawinan di lamboya)